Alangkah Lanturnya Negeriku Ini

Oleh Arswendo Atmowiloto (Budayawan)

Negeriku ini ternyata bukan hanya lucu,tapi juga lantur, untuk tidak mengatakan ngawur. Lantur dalam arti menyimpang, berkepanjangan, bahkan tersesat. Baik dalam percakapan atau angan-angan.


Kasus menyebarnya video mesum yang diperankan mirip artis memberi gambaran betapa jauh melanturnya tanggapan yang terdengar atau terbaca. Sorotan dan seretan arus perbincangan dan tindakan yang dilakukan menggambarkan ketegangan dan pembelaan diri yang berlebihan. Reaksi spontan mungkin memang memancing sikap super-reaksi, tapi agaknya kurang lucu kalau terus berkelanjutan.

Komisi dan Bukan

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengeluarkan teguran dan melarang media untuk menampilkan cuplikan dari video dalam pemberitaannya. Kalau ini dilaksanakan, serta-merta para awak media mengkhianati unsur utama dalam pemberitaan: menyajikan data dan fakta. Agak ganjil dan mustahil bahwa ini menjadi pendekatan mengatur media massa. Sejak kapan ada anjuran untuk mengkhianati tugas dan kewajiban? Apa salahnya menampilkan sosok mirip Cut Tari yang sedang berbaring masih dengan busana lengkap, yang ada dalam adegan itu?

Akan lain soalnya kalau yang ditampilkan, dicuplik, adalah adegan setelah itu ketika diserbu lelaki telanjang. Hal terakhir ini jelas dilarang,tak usah dari adegan materi tersebut,ketelanjangan seperti itu saja tidak boleh disebarkan oleh media. Dengan menghapus semua kemungkinan materi,sungguh menggelikan dan melantur. Karena menyalahkan semuanya, dan bukan bagian yang harus disalahkan, yang melanggar tata krama dan tata nilai yang disepakati. Itulah yang ada dalam pasal-pasal, sehingga jelas mana yang dilanggar dan mana yang tidak. Komisi Nasional Perlindungan Anak juga aneh.Imbauannya agar artis pelaku meminta maaf dan perbuatan mereka tidak ditiru.

Bagaimana bisa menyuarakan jangan ditiru kalau tidak memberitahukan apa yang jangan? “Bukan komisi” juga melakukan razia di sekolah,menggeledah ponsel yang diduga menyimpan adegan tersebut.Kalau ada,bukankah bapak dan ibu guru malah dapat kesempatan melihat? Apakah ini tidak mengganggu efektivitas belajar mengajar, di samping pelaksanaan yang terencana ini juga mudah diantisipasi siswa-siswi? Sama juga pertanyaan lanjutan, apakah akan ada razia ponsel untuk masyarakat umum,karena mereka yang menyimpan video haram bisa dikenai pasal pelanggaran? Berapa puluh juta yang akan diperiksa?

Saya tidak mengatakan razia tak boleh dilakukan,namun reaksi yang berlebihan seperti itu tidak akan efektif.Kecuali kalau tujuannya sekadar pamer dan biar terlihat tanggap. Saya tidak antipati teguran KPI, tapi hendaknya hal itu tidak melebar ke wilayah yang akan menelikung diri sendiri. Persoalan negeri ini sekarang adalah ramainya reaksi atas beredarnya cerita visual tak senonoh yang diperankan orang-orang mirip artis. Ini yang harus diatasi dengan cara-cara yang tidak menambah bantah-membantah dan menjadi persoalan baru, sehingga pokok masalah menjadi terabaikan.

Seks dan Bukan

Dalam kasus ini seyogianya kita fokus pada video itu dulu.Siapa pelaku sebenarnya, bagaimana bisa tersebar, diutamakan untuk ditangani. Untuk yang terakhir, bagaimana bisa tersebar—bukan menyebar karena ada kesengajaan— rasa-rasanya tidak mudah.Bahkan terlalu dini kalau Kemenkominfo mengatakan menemukan jejak dan bisa melacak.Kecuali, tentu, seperti yang lain: demi terlihat siap memberikan komentar. Ini bisa menyesatkan, melanturkan persoalan yang sebenarnya.

Untuk keberhasilan penanganan masalah itu di negeri ini tak bisa kita andalkan reaksi-reaksi spontan belaka,melainkan harus sudah tertata dan terlaksana dengan contoh sebelumnya. Sekadar perbandingan, kalau saja ”kasus Koja” ditegakkan dan ditegaskan dalam pemberitaan yang melanggar pasal mengenai kekerasan, akan lain gemanya dengan peringatan yang sekarang ini. Rasa-rasanya tak ada media yang tak melanggar aturan tentang menyiarkan kekerasan, kemudian terlupakan. Barang kali ini memang menegaskan bahwa urusan seks selalu lebih menarik dibandingkan urusan bukan seks. Hal yang sama bisa dilakukan mengenai razia di sekolah-sekolah.

Tak ada yang salah dengan itu, kecuali kalau hanya berlaku sesaat dan hanya berlaku untuk ponsel dan bukan isi tas—yang bisa saja menyimpan bahaya lain yang lebih gamrat—bahasa anak sekolah untuk gawat—semisal narkoba.Atau juga penggerebekan lapak penjual video porno, yang memang harus dilakukan.Ini semua contoh bagaimana negeriku menyikapi pelanggaran dan menindak secara konsisten. Menjadi mengkha-watirkan, bukan sekadar memprihatinkan, kalau realitas empiris menunjukkan hal yang berbeda. Paling tidak tak terselesaikan secara tuntas. Kita tak pernah tahu bagaimana akhir kasus kekerasan di Koja,atau di Duri Kosambi,Tangerang; atau di tempat lain.

Yang ingar-bingar pada awalnya, kemudian seolah sampah yang disembunyikan di bawah karpet.Penyelesaian yang sementara, tapi sebenarnya hanya menyembunyikan dengan alasan SARA atau lainnya. Hal yang sama bisa terjadi dengan kasus video ini. Begitu tinggi dan terus meninggi persoalan panas dan tidak pantas ini, melantur ke berbagai pendekatan dan kebijakan, namun bisa tiba-tiba berhenti. Negeri ini cukup puas membuai diri dengan bualan yang ada. Seolah dengan meludah ketika mengendus bau busuk, merasa telah mengenyahkan persoalan. Bagaimana dengan asal usul bau busuk,mungkin bangkai tikus atau mayat manusia, bukan menjadi bahasan serius.

Untuk sementara agaknya akan begitu,kalau tidak sejak awal kita meluruskan pengertian masalah pornografi, masalah pribadi, masalah publik, masalah penafsir moral secara resmi. Untuk sementara akan tetap begitu, sampai munculnya kasus lain yang lebih berani dan lebih syur.Dan negeriku ini menyelesaikan dengan melantur.(*)

Sumber: seputar-indonesia.com

No Response to "Alangkah Lanturnya Negeriku Ini"

Posting Komentar

Related Posts with Thumbnails
 
powered by Blogger | Downloaded from free website templates