Penyederhanaan Parpol dan Demokrasi

Oleh M Sabil Rachman (Wakil Ketua Umum DPP AMPI, peserta program S-3 Ilmu Politik UI)



Hari-hari ini, usulan tentang penyederhanaan partai politik sudah mulai ramai diperdebatkan. Wakil Ketua Umum Partai Golkar Theo L Sambuaga saat menutup Rakornas Legislator Partai Golkar, 6 Juni 2010, di Hotel The Ritz-Carlton, Jakarta, menegaskan bahwa penyederhanaan partai politik merupakan agenda mendesak untuk meningkatkan kinerja parlemen.

Pernyataan tersebut memperkuat komitmen Partai Golkar yang dalam rakornas tersebut diharapkan memelopori upaya penyederhanaan parpol dengan menaikkan angka parliamentary threshold (PT) menjadi lima persen. Penetapan itu secara alami bisa mengurangi jumlah parpol di Indonesia sehingga stabilitas politik dan pendewasaan demokrasi bisa ditata sejak dini. Gagasan ini tampaknya bisa terwujud mengingat Partai Demokrat, kekuatan politik terbesar di parlemen, saat ini telah memberikan isyarat dukungan.

Rencana itu sendiri telah mendapat tanggapan luas dari publik. Partai-partai kecil yang pada Pemilu 2009 gagal mencapai target 2,5 persen, sejak dini bereaksi menolak gagasan tersebut. Penyederhanaan parpol dianggap cermin dari arogansi parpol besar, terutama Partai Demokrat dan Partai Golkar. Beberapa akademisi juga menuduh gagasan itu adalah indikasi kepanikan parpol besar yang tidak siap berkompetisi. Bahkan, ada yang mengkhawatirkan bahwa menaikkan angka PT hingga lima persen berpotensi menghambat kebebasan politik dan mencederai demokrasi. Benarkah?

Rasional

Penyederhanaan parpol merupakan agenda rasionalisasi politik. Sejak Orde Baru tumbang, politik dan reformasi dilanda euforia yang luar biasa. Tapi, ternyata ini bukan berita gembira. Kebebasan politik dan reformasi yang semestinya menggaransi kemajuan dan kesejahteraan, dalam kenyataannya tidak terbukti. Pradjarto (2002) mencatat bahwa reformasi telah disalahtafsirkan. Di beberapa daerah di Jawa Tengah, misalnya, reformasi berarti seorang pemimpin bisa dipaksa lengser dengan kekuatan rakyat yang besar dan brutal meski kesalahannya belum bisa dibuktikan.

Studi Alfred Stepan (1978) tentang nasib megara-negara yang mengalami transisi politik di Amerika Latin tahun 1970-an memberikan sinyal bahwa kebebasan politik tanpa dilandasi kesadaran kritis justru mempertaruhkan demokrasi itu sendiri. Stepan mencatat bahwa 70 persen negara yang menghadapi transisi politik gagal menggapai demokrasi. Sebaliknya, negara-negara itu malah kembali terperangkap dalam jebakan otoriterisme karena kekuasaan memerlukan stabilitas dan eifisiensi.

Banyaknya parpol di negeri ini tidak otomatis merupakan cermin tingginya semangat berdemokrasi di kalangan elite politik. Kemudahan mendirikan parpol menstimulasi elite untuk berlomba memperebutkan kekuasaan tanpa pertimbangan matang. Banyak parpol didirikan tanpa elaborasi ideologi yang jelas dan visi yang terukur serta aplikatif. Infrastruktur kelembagaan parpol dan basis konstituennya lemah sehingga gagal membangun kekuatan politik yang pantas diperhitungkan.

Sialnya, avonturisme elite ini mendapat dukungan dari rakyat yang belum lepas dari jebakan patronase politik. Di banyak daerah, pilihan politik rakyat sering didasarkan pada tampilan luar seperti isu agama, suku, dan entitas budaya. Ideologi dan isu yang menjadi basis pelembagaan politik sering masih menjadi faktor sekunder.

Jika demikian, penyederhanaan parpol menjadi agenda mendesak untuk mendorong lahirnya rasionalisasi politik. Intinya adalah bahwa kebebasan berpolitik bukanlah modal tunggal untuk meraih kekuasaan. Kebebasan politik juga harus dibangun atas kesadaran rasional bahwa dukungan publik hanya mungkin diberikan jika suatu kekuatan politik bisa memenuhi beberapa syarat berikut, yaitu (1) kemampuan untuk memetakan konstituen (party rooting); (2) adanya pengakuan dari publik (party legitimacy); (3) tersedianya aturan dan regulasi yang jelas (rule and regulation) dan kemampuan untuk bersaing (competitiveness) (Wicipto Setiadi, 2010).

Pemenuhan keempat syarat itu dan disertai kemampuan finansial menjadi garansi penting bagi suatu kekuatan politik untuk mendapat dukungan publik. Parpol juga bisa menjalankan perannya secara maksimal dalam hal legislasi, anggaran, dan pengawasan.

Pemberadaban

Demokrasi, kata Leslie (1962), bersenyawakan kebebasan (liberty), kesetaraan (equality), dan keadilan (justice). Ketiganya harus dikembangkan secara simultan dan berimbang sehingga demokrasi bisa tumbuh secara wajar.

Berdasarkan pengalaman negara-negara demokrasi maju, seperti Amerika Serikat (AS) dan Inggris, demokrasi hanya bisa tumbuh sehat jika ada aturan main. Demokrasi bukan berarti mendewakan kebebasan dan mengabaikan aturan main. Demokrasi kita tidak boleh lagi terperangkap dalam paham liberal yang memandang kebebasan dan kebahagiaan individu adalah segala-galanya. Demokrasi harus tumbuh dari sikap hormat setiap pelakunya terhadap aturan main (rule of law) yang telah disepakati.

Menguatnya basis rasionalitas dalam berpolitik menempatkan demokrasi sebagai medium pemberadaban. Hal itu antara lain diukur dari kesadaran setiap pelaku politik untuk menyadari kapasitas diri dan menguatnya sportivitas sebagai spirit dasar berkompetisi. Dengan demikian, kalah dalam politik bukan berarti kehilangan segala-galanya sehingga harus dilawan dengan segala cara, termasuk menggunakan kekerasan. Sebaliknya, demokrasi menempatkan pihak yang menang bukan sebagai "raja" atau "ratu", melainkan "pelayan" yang harus berlaku adil dengan menghindari tendensi dominasi dan diskriminasi.

Di samping itu, dambaan terhadap demokrasi hendaknya diintegrasikan dengan cita-cita kemerdekaan, yakni mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Pada titik ini, kita sepakat dengan gagasan penyederhanaan parpol sebagai strategi untuk menjamin stabilitas politik dan pemerintahan sehingga bangsa ini bisa segera bangkit dari lembah kemiskinan dan keterbelakangan. ***

Sumber: Suara Karya

2 Response to "Penyederhanaan Parpol dan Demokrasi"

Anonim mengatakan...

ajib gan infonya ?

Anonim mengatakan...

merdeka

Posting Komentar

Related Posts with Thumbnails
 
powered by Blogger | Downloaded from free website templates